Kamis, 05 Februari 2015

Mengenal dan menjalani Kehidupan Muslim dengan Menjadi Muslimah

“Saya menyadari cara paling baik utk merasakan bagaimana menjadi seorang Muslim merupakan dgn menjalani hidup seperti mereka,” kata Cassidy Herrington, seorang mahasiswi, non-Muslim dan wartawan di harian Kentucky Kernel, sebuah media yang dikelola oleh mahasiswa di Universitas Kentucky, AS.


Keinginannya untuk mengenal lebih dekat dan memahami kehidupan sebagai Muslim itulah yang mendorongnya untuk mencoba “menjadi seorang muslimah” dengan cara mengenakan jilbab selama satu bulan penuh.


“Selama sebulan aku mengenakan jilbab, bergulat dengan persepsi yg ditunjukkan orang asing, teman bahkan keluarga saya sendiri,” kata Herrington.


“Karena persepsi-persepsi itu, saya berjuang saat hrs menuliskannya. Pengalaman aku berjilbab sangat pribadi, tetapi saya berharap dengan berbagi atas apa yang abdi lihat, akan membuka ruang dialog yg lebih terbuka dan kritis,” sambungnya,


Awalnya, Herrington khawatir akn reaksi komunitas Muslim saat melihatnya yg non-Muslim mengenakan jilbab. Untuk itu, ia merasa hrs menerima persetujuan dari komunitas Muslim sebelum mulai mengenakan jilbab.


Tanggal 16 September, Herrington mendatangi sebuah organisasi Muslim Student Association (MSA) dan mengenalkan dirinya. Ia mengaku sangat grogi saat pertama kali datang ke kantor itu. Di sana ia bertemu dgn Heba Sulaeiman, mahasiswi yang menjabat sebagai Presiden MSA, yg menyambut gembira setelah mendengar rencana dan maksud kedatangan Herrington ke tempat itu.


“Ide yg mengagumkan,” kata Herrington menirukan respon Suleiman.


Herrington merasakan ketegangan dan kegelisahan yg dirasakannya mulai mencair. Ia mengucapkan “Assalamu’alaikum” ketika mengenalkan dirinya di hadapan sejumlah anggota MSA serta ia mendengar belasan orang yang hadir membalasnya dgn ucapan “wa’alaikumsalam.”


Ketika akan meninggalkan kantor MSA, beberapa org remaja muslim mendekatinya. “Saya tidak akan melupakan seorang diantara mereka mengatakan ‘ini memberi ane harapan’, sementara remaja yg lain berujar ‘saya muslim, dan ane bahkan tak dpt mengerjakan hal itu’,” tutur Herrington.


Ia tak terlalu menanggapi perkataan remaja-remaja tadi sampai kemudian ia merasakan bahwa “proyek” yang dilakukannya bukan sekadar menutupi rambutnya dengan kerudung, tapi ia akn mewakili sebuah komunitas serta sebuah agama. “Konsekuensinya, abdi mesti benar-benar menjaga perilaku aku ketika mengenakan jilbab,” ujar Herrington.
http://www.travelumrah.co/2014/10/paket-umroh-plus-turki-2015-hanya-2550.html


Dua minggu setelah datang ke MSA, ia bertemu lagi dengan Heba Suleiman serta temannya, Leanna yg mengajarkannya mengenakan jilbab. “Meski ini inisiatif gw sendiri, aku merasa tdk seorang diri serta ini sangat membantu ketika ane merasa mau melepas jilbab dan menghentikan proyek pakai jilbab ini,” kata Herrington.


“Saya menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasanya. Saya bersepeda dan merasakan sensasi desiran angin yg menyelinap di sela-sela jilbab yg saya kenakan. Ane berjalan di depan etalase kios dan melihat sepintas refleksi wajah org asing sampai aku terbiasa dan menyadari bahwa refleksi wajah org asing itu ialah ane sendiri,” tutur Herrington mengulas pengalamannya setelah mengenakan jilbab.


“Mengenakan jilbab menjadi kegiatan rutin gw tiap pagi. Suatu hari, berangkat bersepeda ke tempat kuliah, dan ketika sampai baru sadar kalau ane lupa mengenakan jilbab,” tukasnya sambilnya tersenyum.


Herrington mengakui jilbabnya kadang membuatnya gak nyaman. Ketika berbelanja di gerai grosir, ia merasa orang-orang memperhatikan dirinya. Ia tidak tahu apakah itu cuma perasaannya saja, tapi ia merasa terasing dari orang-orang yg ia kenal dekat. “Teman kuliah, para profesor serta teman-teman semasa sekolah menengah tdk menceritakan apapun tentang jilbab saya, serta tersebut menyakitkan. Kadang, terjadi gap setiap kali kami berbincang-bincang,” ungkap Herrington.


Suatu ketika, ia makan di sebuah restoran Timur Tengah King Tut. Pemilik restoran bernama Ashraf Yusuf memuji proyek jilbabnya serta menanyakan apakah ia akan tetap mengenakan jilbab setelah proyeknya selesai. Herrington cuma mengangguk sambil tersenyum. “Seorang non-Muslim yang mengenakan jilbab, hanya mengenakan penutup kepala,” kata Yusuf.


Herrington pernah juga dikirimi email dari seseorang. Saat ia membuka email berisi file audio, terdengar suara bacaan salat dari Makkah, tapi tiba-tiba terdengar suara tembakan tiga kali lalu suara lagu kebangsaan AS.


Herrington menegur orang yg mengiriminya email itu dan orang itu menceritakan bahwa ia cuma bercanda. Herrington mulai mengerti bahwa memang ada masalah fobia serta sikap tdk toleran terhadap Islam dan Muslim. “Email itu membuktikan bahwa banyak org yg gak akurat memandang Islam,” imbuhnya.


Sebulan penuh mengenakan jilbab, selama bulan Oktober kemarin, memberikan pemahaman baru bagi Herrington bahwa gak ada yg perlu ditakuti dengan eksistensi komunitas Muslim. “Faktanya, banyak tentara AS yang muslim, yg ikut membela negeri ini. Apa yang Sampean lihat atau Anda dengar dari media tentang Islam, dapat saja keliru. Kalau Nte menginginkan kebenaran, bergaullah dgn muslim,” tandasnya.


Untuk saat ini, Herrington mungkin telah melepas kembali jilbabnya, ia juga minta maaf pada orang-orang yg merasa telah tertipu dgn identintasnya. Tetapi dgn pengalamannya berjilbab, semoga Allah Swt menganugerahkan hidayah dan cahaya Islam bagi Herrington. (eramuslim)



Read more : http://www.travelumrah.co/2014/10/agen-tiket-pesawat-umroh.html



Mengenal dan menjalani Kehidupan Muslim dengan Menjadi Muslimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar